Gay dan lesbian merupakan suatu kelainan
seksual yang termasuk dalam kelompok homoseksualitas. Homoseksualitas
adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara
individu berjenis kelamin yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas
mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman
seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara
eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga
mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial
berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam
komunitas lain yang berbagi itu.
Homoseksualitas
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Gay, adalah rasa ketertarikan oleh individu berjenis
kelamin laki-laki
Gay atau "Homo" adalah
istilah untuk yang memiliki
kecenderungan seksual kepada sesama pria atau disebut juga pria yang mencintai
pria baik secara fisik, seksual, emosional atau pun secara spiritual. Mereka
juga rata-rata agak memedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa
saja yang terjadi pada pasangannya. Biasanya mereka melakukan hubungan sesama
jenis melalui seks oral atau seks anal. Hubungan melalui anal seks disebut juga
sodomi.
2.
Lesbian, adalah rasa ketertarikan oleh individu
berjenis kelamin perempuan.
Lesbian adalah istilah bagi perempuan
yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan atau disebut juga
perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau
secara spiritual. Istilah ini dapat digunakan sebagai kata benda
jika merujuk pada perempuan yang menyukai sesama jenis, atau sebagai kata sifat
apabila bermakna ciri objek atau aktivitas yang terkait dengan hubungan sesama
jenis antar perempuan.
B. SEJARAH HOMOSEKSUALITAS
Sejarah homoseksualitas dapat ditilik
dari masa Mesir
Kuno, sementara itu sikap masyarakat terhadap hubungan sesama jenis telah
berubah dari waktu ke waktu dan berbeda secara geografis. Bermula dari
mengharapkan semua pria terikat dalam hubungan sesama jenis, dalam kesatuan
sederhana, melalui penerimaan, dalam pemahaman praktik tersebut merupakan dosa
kecil, menekannya melalui penegakan hukum dan mekanisme pengadilan, hingga
dalam pengharaman hubungan tersebut praktik homoseksual dijerat dengan hukuman
mati
Dalam
kumpulan kajian sejarah dan etnografi budaya pra-industri, "penolakan
terhadap homoseksualitas dilaporkan sebesar 41% dari 42 budaya; Sebesar 21%
budaya menerima dan/atau mengabaikan homoseksualitas, dan 12% melaporkan tidak
ada konsep seperti itu. Dari 70 catatan etnografis, 59% melaporkan
homoseksualitas tidak ada atau jarang terjadi dan 41% menunjukkan
homoseksualitas ada atau dianggap biasa.
C. PENYEBAB GAY DAN LESBIAN (HOMOSEKSUALITAS)
Sejak lebih dari 150 tahun para
ahli Medis-Seksologi dan Psikologis telah berusaha untuk menyelidiki etiologi
pembentukan prefensi homoseksual.
Faktor-faktor
sebagai penyebab kemungkinan penyimpangan kehidupan seksual dapat disebabkan
oleh hal-hal berikut ini
- Adanya
faktor khusus sebagai penyebab homoseksual
Penyebab Homoseksual karena faktor yang ada sebelum dilahirkan. - Homoseksual terjadi setalah dilahirkan, jadi diperoleh dalam waktu hidup, artinya faktor dalam perkembangan hidup.
- Apakah ini dipandang satu penyakit?
Biarpun pada keseluruhannya belum
jelas benar penyebab Homoseksual ini, tetapi pada dasarnya asal usulnya dari
timbulnya Homoseksual bisa dibagi dalam dua These utama yaitu
- Orientasi homoseksual ini sudah ada sebelum Lahir. Karl Heinrich Ulrichs ( 1825 - 1895) menyatakan bahwa homoseksual adalah pembawaan secara biologis sebelum kelahiran, jadi dikatakan bahwa ini karena adanya Gen (Gen Homoseksual) yang sudah terbentuk di tubuhnya. Jadi sebelumnya sudah ada potensial untuk menjadi satu manusia Gay atau Lesbian .Willhart S.Schlegel menguraikan tentang adanya predisposisi herediter.Sedangkan Dean Hame r menemukan X Chromosom yang berhubungan dengan Homoseksual. Dalam satu Penelitian Endokrinologi ada kemungkinan dari satu campuran yaitu adanya Gen Homoseksual dan pengaruh Hormon pada waktu Kehamilan Ibunya ( Günther Dörner ).
- Orientasi Homoseksual terjadi setelah lahir yaitu melalui indentifikasi proses waktu masih kanak kanak atau karena pengalaman( kejadian) hidup terutama waktu masa pubersitas. Sigmund Freud, Psikoanalisis dari Austria 1905 menyatakan bahwa setiap manusia lahir biseksual, di mana dengan terjadinya pengaruh perkembangan hidupnya bisa hetero atau menjadi homoseksual karena Indentitas sosial dan psikologi setiap manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidup pengalamannya.
Kesimpulannya, kenapa sekelompok
manusia ini Gay atau Lesbian, tampaknya karena dalam tubuhnya ada faktor gen
homoseksual, adanya faktor Predisposisi untuk menjadi Gay atau Lesbian dan
dengan pengaruh hormon atau perkembangan hidup mendorong mereka menjadi Gay
atau Lesbian. Selain itu, ada yang dinamakan teori evolusi yang juga
berdasarkan teori Genetik menerangkan kelanjutan perkembangannya sampai menjadi
homoseksual. Kalau dilihat dari penyebab kenapa mereka itu jadi homoseksual,
barangkali karena nasib yang diberikan sang Pencipta pada manusia .
D.
DAMPAK HOMOSEKSUALITAS
Walaupun
World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan homoseksualitas dari daftar
penyakit kejiwaan pada tanggal 17 Mei 1981, dan mengeluarkannya dari daftar
penyakit pada tahun 1992 (Kamilia Manaf: 2007), tetapi dampak dari homoseksual
tidaklah main-main. Hal ini terbukti dari data penderita HIV/AIDS di
Amerika.Data pasien AIDS di Amerika menunjukan bahwa penderita AIDS terbanyak
ditunjukan oleh kaum homoseksual atau biseksual sekitar 65%, pengguna jarum
suntik 17%, homoseksual dan suntik 8%, hemofilia 1%, penerima tranfusi darah
2%, heteroseksual 4% dan lainnya 3%. Data pada tahun 2002 juga menunjukan
angka yang tidak terlalu jauh yaitu sebagai berikut: 68,3% homoseksual, 12,9%
karena obat suntik, 8% homoseks dan jarum suntk, hemofilia 2,1%, heteroseksual
3,4%, tranfusi darah 0,7%, ibu pengidap HIV 0,6% dan lainnya 4%.Dari data
diatas, fakta kebanyakan menyebut angka penyebab AIDS paling tinggi terdapat di
kalangan mereka yang melakukan hubungan seksual sesama jenis dan kemudian
disusul pengguna narkoba suntikan, baru disusul hubungan heteroseksual, dan
kemudian di susul penyebab lainnya.
E.
MENGATASI HOMOSEKSULITAS
Didalam Psikoanalisa untuk
mengatasi homoseksual menurut Bieber (Soeharko Kasran: 2008) dapat dilakukan
dengan terapi selam 350 jam, dari 1/3 homoseksual/ biseksual pria sebanyak 100
orang dapat ditanggulangi setelah 5 tahun. Mac Culloch dengan anticipatoryavoidance
conditioning dapat mereduksi homoseksualitas sebanyak 57% selama 2 tahun.
Yang
paling utama dalam terapi ini adalah dengan adanya motivasi yang kuat yang
berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Sedangkan agar meminimalisir
kemungkinana homoseksualitas maka pada saat masih kanak-kanak, individu harus
diberikan pendidikan secara proporsional oleh kedua orang tua khususnya pada
usia 4 tahun keatas.
Serang ayah
harus memerankan perannya sebagai seorang bapak yang baik dan begitu pula
seorang ibu harus memerankan perannya sebagai seorang ibu secara baik pula.
Oleh karena itu pola asuh orang tua yang baik dapat meminimalisir kemungkinan
individu menjadi homoseksual.
Beberapa langkah
praktis berikut dapat membantu orangtua dalam mengatasi kecenderungan
homoseksual pada anak:
1. Menciptakan
kehidupan keluarga yang harmonis, ayah dan ibu yang saling mengasihi dan
masing-masing menjalankan fungsinya dalam keluarga.
2. Tidak mengolok-olok kelemahan anak. Tapi justru memberi dukungan pada anak dengan perkataan yang membangun.
3. Hindari pemberian “label” banci kepada anak laki-laki atau tomboy kepada anak perempuan.
4. Menjadi teman bicara yang baik untuk anak-anak. Sebagian besar pelaku homoseksual pernah melewati suatu masa kesepian di mana mereka ingin mengungkapkan pergumulan mereka kepada seseorang yang dapat mereka percayai, tapi mereka tidak menemukannya.
5. Para ayah perlu terlibat langsung dalam membina hubungan dengan anak-anaknya. Menjadi figur teladan seorang pria bagi anak laki-laki dan memiliki kepekaan untuk berinteraksi dengan anak perempuannya. Para ibu perlu menyadari bahwa anak-anak laki-laki harus melepaskan diri dari keserupaan dan kedekatan dengan ibunya, untuk bertumbuh menjadi seperti ayahnya. Pergeseran ini tidak dialami oleh anak-anak wanita.
6. Orangtua perlu untuk terus menerus membina komunikasi dengan anak-anak mereka pada setiap tahap kehidupannya.
7. Ajarkan pada anak-anak sejak usia dini bahwa tubuh mereka adalah bait Roh Kudus dan seharusnya diperlakukan secara terhormat. Ajari mereka untuk melindungi diri dari pelecehan seksual dan berbicara terbuka tentang perlakuan yang mereka anggap aneh atau tidak wajar dari seseorang.
8. Berhati-hati dalam mempercayakan anak-anak pada pengawasan orang lain. Beberapa kasus pelecehan seksual dilakukan oleh “orang dekat” atau orang “kepercayaan”, bahkan di dalam lingkungan yang dianggap cukup rohani.
2. Tidak mengolok-olok kelemahan anak. Tapi justru memberi dukungan pada anak dengan perkataan yang membangun.
3. Hindari pemberian “label” banci kepada anak laki-laki atau tomboy kepada anak perempuan.
4. Menjadi teman bicara yang baik untuk anak-anak. Sebagian besar pelaku homoseksual pernah melewati suatu masa kesepian di mana mereka ingin mengungkapkan pergumulan mereka kepada seseorang yang dapat mereka percayai, tapi mereka tidak menemukannya.
5. Para ayah perlu terlibat langsung dalam membina hubungan dengan anak-anaknya. Menjadi figur teladan seorang pria bagi anak laki-laki dan memiliki kepekaan untuk berinteraksi dengan anak perempuannya. Para ibu perlu menyadari bahwa anak-anak laki-laki harus melepaskan diri dari keserupaan dan kedekatan dengan ibunya, untuk bertumbuh menjadi seperti ayahnya. Pergeseran ini tidak dialami oleh anak-anak wanita.
6. Orangtua perlu untuk terus menerus membina komunikasi dengan anak-anak mereka pada setiap tahap kehidupannya.
7. Ajarkan pada anak-anak sejak usia dini bahwa tubuh mereka adalah bait Roh Kudus dan seharusnya diperlakukan secara terhormat. Ajari mereka untuk melindungi diri dari pelecehan seksual dan berbicara terbuka tentang perlakuan yang mereka anggap aneh atau tidak wajar dari seseorang.
8. Berhati-hati dalam mempercayakan anak-anak pada pengawasan orang lain. Beberapa kasus pelecehan seksual dilakukan oleh “orang dekat” atau orang “kepercayaan”, bahkan di dalam lingkungan yang dianggap cukup rohani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar