A. INTRODUCTION
Pembangunan kesejahteraan sosial sangat diperlukan
bagi masyarakat Indonesia untuk mencapai taraf kesejahteraan sosial yang layak
dan bermartabat. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarkat
dan bangsa Indonesia termasuk warga masyarakat yang menyandang masalah
kesejahteraan sosial. Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor
8 Tahun 2012 tentang Kriteria Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), salah satu PPKS
yang menjadi sasaran pembangunan kesejahteraan sosial yaitu penyandang
disabilitas.
Hal ini sesuai dengan pemaparan Suharto (2009:4) yang menyatakan bahwa
ciri utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah komprehensif, dalam arti
setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima
pelayanan sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektifitas, yang
tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Sasaran pembangunan
kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai golongan dan kelas
sosial. Namun prioritas utama pekerja sosial adalah kelompok yang kurang
beruntung, khususnya yang terkait dengan masalah kemiskinan. sasaran
pembangunan kesejahteraan sosial biasanya dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Istilah untuk penyandang
disabilitas baru muncul pada tahun 2013, sebelumnya penyandang disabilitas
disebut juga dengan penyandang cacat atau Tuna Daksa. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan
bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Penyandang disabilitas
diklasifikasikan dalam disabilitas fisik, disabilitas mental, serta cacat fisik
dan mental (ganda). Kedisabilitasan menyebabkan seseorang mengalami
keterbatasan yang mempengaruhi aktifitas fisik, kepercayaan dan harga diri,
hubungan antar manusia dalam lingkungan sosialnya.
Masalah kedisabilitasan juga terkait dengan masalah sosial lainnya yang
dihadapi penyandang disabilitas, seperti ketelantaran, kemiskinan, ketidak
berdayaan, tindak kekerasan dan sebagainya. Kondisi seperti ini, apabila tidak
mendapatkan penanganan secara tepat dan menyeluruh, akan menyebabkan hak tumbuh
kembang dan kreatifitas penyandang cacat tidak dapat terpenuhi.
Menurut Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Kementrian Sosial RI Tahun 2011, jumlah penyandang disabilitas
sebanyak 1.541.942 orang. Mereka perlu memiliki sarana dan prasarana pelayanan
sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya termasuk aksesibilitas terhadap
pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang disabilitas, dan
lapangan kerja bagi mereka.
Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kedisabilitasan telah
telah dikeluarkan oleh berbagai kementrian atau lembaga pemerintah yang terkait
dengan penanganan kedisabilitasan diberbagai bidang pelayanan antara lain
meliputi sosial, kesehatan pendidikan, ketenagakerjaan, keolahragaan dan
kemiskinan. Selain itu terdapat kebijakan pemerintah berkenaan dengan
aksesibilitas penyandang disabilitas pada sarana dan prasarana umum meliputi
aksesibilitas pada bangunan umum, jalan umum, pertamanan dan pemakaman umum,
serta angkutan umum (perkereta apian, pelayaran, penerbangan dan lalu lintas
angkutan jalan).
Pada kenyataannya, pelayanan kepada penyandang disabilitas baik yang
berpotensi maupun yang terlantar, masih sangat terbatas. Pelayanan penyandang
disabilitas yang dijalankan pemerintah di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota,
lebih berbasis institusi dengan memiliki berbagai keterbatasan baik dari aspek
jumlah sasaran pelayanan maupun fasilitas pelayanan yang diberikan.
Institusi-institusi pelayanan bagi disabilitas juga terbatas dan tidak merata
di setiap daerah.
Berdasarkan hal tersebut, upaya penanganan yang lebih serius, bersifat
multisektor dan dijalankan secara terkoordinir dan terintgrasi, sangat penting
untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan kebutuhan dan hak para penyandang
disabilitas. Upaya penanganan ini dimaksudkan agar penyandang disabilitas memperoleh
perlindungan dan jaminan sosial yang lebih baik, sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan.
B.
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (SUATU TEORI
APLIKATIF)
1.
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Tujuannya
Pembangunan kesejahteraan sosial adalah serangkaian aktifitas yang
terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas
kehidupan manusia (Suharto 2011:106). Sedangkan dalam Suharto (2009:4)
pembangunan kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana yang meliputi
berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan
manusia, mencegah dan mengatasi masalah
sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Selanjutnya Suharto
menyatakan tujuan pembangunan kesejahteraan sosial secara menyeluruh mencakup:
a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan dan jaminan
sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat yang
kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.
b. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan
ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat
kemanusiaan.
Penyempernaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan
pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar
kemanusiaan.
2.
Fokus Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Meskipun pembangunan kesejahteraan sosial dirancang guna memenuhi
kebutuhan publik yang luas, target utamanya yaitu para Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS), yakni mereka yang termasuk kelompok kurang
beruntung seperti orang miskin, anak jalanan dan sebagainya. Pemberdayaan
masyarakat, rehabilitas sosial, bantuan sosial, asuransi sosial, jejaring
pengaman sosial, dan penguatan kapasitas kelompok marjinal adalah beberapa
contoh program pembangunan kesejahteraan sosial.
Menurut Suharto (2009:9) pembangunan kesejahteraan sosial memfokuskan
kegiatannya pada tiga bidang, yaitu: pelayanan sosial (social services/provisions), perlindungan sosial (social protection), dan pemberdayaan
masyarakat (community/social empowerment).
3.
Isu-isu Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Menurut Suharto (2009:16) beberapa isu pembangunan kesejahteraan di
Indonesia, yaitu:
a. Lemahnya Visi
Terdapat kesan kuat bahwa para politisi dan pembuat keputusan di
Indonesia masih belum memiliki visi pembangunan kesejahteraan sosial yang kuat.
Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal.
Pertama, pandangan mengenai pentingnya pembangunan kesejahteraan sosial
sering terjegal oleh mainstream pemikiran ekonomi kapitalistik. Indikator-indikator
ekonomi makro seperti pertumbuhan GNP, investasi, dan perluasan kesempatan
kerja dijadikan parameter utama dan citra keberhasilan pembangunan. Kondisi
sejahtera kemudian direduksi menjadi sekedar kemakmuran ekonomi. Kesejahteraan
dianggap akan tercipta dengan sendirinya jika pertumbuhan ekonomi dipacu
setinggi mungkin.
Kedua, komitmen terhadap pembangunan seringkali masih bersifat jangka
pendek bedasrkan kalkulasi ekonomi sedehana. Kegiatan pembangunan hanya dilihat
dari seberapa besar kontribusinya terhadap APBN. Karena pembangunan
kesejahteraan sosial tidak dapat menghasilkan keuntungan ekonomi bagi negara
dalam waktu singkat, maka tidak mengherankan jika sebagian besar pengusaha
tidak mau mengurus masalah ini. Sayangnya pandangan ini telah masuk ke para
politisi dan pembuat keputusan di daerah.
Ketiga, PPKS yang menjadi sarana pembangunan kesejahteraan sosial adalah
kelompok masyarakat yang memiliki bargaining
position yang rendah. Mereka tidak memiliki sumber dan akses yang dapat
menyuarakan aspirasi politiknya.
b. Program Strategis
Secara konseptual, parameter untuk menentukan strategisan pembangunan
kesejahteraan sosial dapat diringkas dalam akronim “FIT-V” yang merupakan
singkatan dari faktor, impact, trend,
value.
1) Factor (faktor): apakah program pembangunan kesejahteraan sosial causally accountable? Artinya apakah
program pembangunan kesejahteraan sosial merupakan faktor penentu yang mampu
mengatasi masalah public yang menyangkut orang banyak.
2) Impact (dampak): apakah program pembangunan kesejahteraan sosial socially and economically profitable?
Apakah program pembangunan kesejahteraan sosial bermanfaat atau berdampak pada
peningkatan kesejahteraan public.
3) Trend (kecenderungan): apakah program pembangunan kesejahteraan sosial globally and nationally visible? Apakah
program pembangunan kesejahteraan sosial sejalan dengan kecenderungan global
dan nasional
4) Value (nilai): apakah program pembangunan kesejahteraan sosial culturally acceptable?. Apakah program
pembangunan kesejahteraan sosial sesuai
dengan nilai-nilai dan harapan-harapan cultural yang berkembang pada masyarkat.
Bagan 2: Parameter Program
Pembangunan Kesejahteraan Sosial Strategis
C.
MASALAH, KEBUTUHAN DAN HAK PENYANDANG DISABILITAS
Karakteristik dari ketiga jenis penyandang disabilitas
sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya sangat bervariasi, sehingga
permasalahan dan kebutuhan mereka pun berbeda pula sesuai dengan jenis
kecacatannya. Dalam kapasitas sebagai warga negara, mereka mempunyai hak-hak
dan kesempatan yang selayaknya warga negara lain yang tidak disabilitas.
1. Permasalahan
Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas mengalami berbagai permasalahan
atau hambatan karena faktor internal maupun eksternal. Permasalahan yang sering
dialami oleh penyandang disabilitas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar
yaitu internal dan eksternal. Permasalahan internal adalah masalah pribadi,
menyangkut masalah kelengkapan dan fungsi fisik, psikologis dan pendidikan.
Masalah fisik berkaitan dengan gangguan pada kemampuan
mobilitas tertentu dalam melaksanakan aktifitas harian. Beberapa diantaranya
rentan terhadap penyakit, keterbatasan kemampuan fisik karena kedisabilitasan,
keterbatasan aksesibilitas, keterbatasan orientasi dan mobilitas, dan Activity Dailing Living (ADL). Masalah
psikologis berkaitan dengan perasaan menyangkut martabat dan harga diri
penyandang disabilitas. Kedisabilitasan kerapkali menimbulkan perasaan cemas,
pesimistik, putus asa, temperamental, sensitive bahkan agresif. Masalah
pendidikan, keterbatasan dan ketidak mampuan mengakses berbagai sumber
pelayanan yang ada.
Penyandang disabilitas juga mengalami permasalahan
dalam melaksanakan fungsi sosialnya, antara lain keterbatasan aksesibilitas
sosial dasar (pendidikan dan kesehatan), keterbatasan mendapatkan pekerjaan,
fasilitas penyandang disabilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai bagi
penyandang disabilitas. Permasalahan sosial yang terkait dengan keberfungsian
sosialnya apabila tidak ditangani akan menghambat aktifitas sehari-hari,
beberapa diantaranya adalah gangguan fisik mobilitas, gangguan mental
psikologis, gangguan pendidikan, gangguan produktifitas, gangguan sosial
ekonomi, dan gangguan fungsi sosial.
Selain bergelut dengan persoalan internal, penyandang
disabilitas juga mempunyai permasalahan yang bersifat eksternal baik di
lingkungan keluarga, tetangga, sejawat, dan masyarakat pada umumnya.
Permasalah yang kerap dialami oleh penyandang
disabilitas yaitu:
a. Diskriminasi,
eksploitasi, stigma/labeling. Kebijakan dan program yang tidak berpihak bagi
penyandang disabilitas, terbatasnya kesempatan, kemudahan, pekerjaan dan
jabatan bagi penyandang disabilitas, lingkungan fisik yang tidak ramah bagi
penyandang disabilitas, ketidaktahuan keluarga dan masyarakat dalam
memperlakukan penyandang disabilitas, stakeholder yang tidak berpihak bagi
penyandang disabilitas, dan keterbatasan aksesibilitas informasi tentang sumber
pelayanan bagi penyandang disabilitas.
b.
Masalah
keluarga terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau anggota keluarga
lain. Keluarga cenderung over proactive
terhadap anggota keluarga yang cacat dalam bentuk tidak boleh bergaul, tidak
disekolahkan bahkan perlakukan diskriminatif disbanding anggota keluaga
lainnya.
c. Masalah
sosial kemasyarakat, terkait dengan ketidakmampuan penyandang disabilitas dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya serta masih adanya
stigma dan handicap masyarkaat terhadap penyandang disabilitas.
2. Kebutuhan
Penyandang Disabilitas
Setiap jenis kedisabilitasan mempunyai karakteristik,
permasalahan, dan kebutuhan yang sama namun juga berbeda sesuai jenisnya.
a.
Perlakuan
khusus yang berkaitan dengan jenis kedisabilitasan
Setiap penyandang disabilitas mempunyai kebutuhan yang
sama dan juga berbeda. Persamaan kebutuhan mereka terletak pada kebutuhan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Perbedaanya kebutuhan penyandang
disabilitas sesuai dengan karakteristik kedisabilitasannya masing-masing.
Kebutuhan penyandang disabilitas fisik berkaitan
dengan fungsi motorik, penyandang disabilitas netra berkaitan dengan
keterbatasan fungsi penglihatan, penyandang rungu wicara berkaitan dengan
fungsi pendengaran dan bicara dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlakuan
terhadap mereka harus disesuaikan dengan jenis kedisabilitasan agar mereka
mampu melaksanakan fungsi sosialnya serta mengurangi ketergantungan terhadap
orang lain.
b.
Kebutuhan
Pendidikan
Penyandang disabilitas juga mempunyai kebutuhan akan
pendidikan formal maupun informal dan nonformal agar dapat mengurangi
ketergantungan terhadap orang lain. Dalam bidang pendidikan, dikenal sistem
pendidikan segregasi, yaitu
pendidikan khusus yang terpisah dari pendidikan anak normal.
Kemudian muncul konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus) dan dalam sistem
pendidikan segregasi, anak penyandang
disabilitas dilihat dari aspek karakteristik kedisabilitasannya, sebagai dasar
dalam memberikan layanan pendidikan. Sehingga setiap kedisabilitasan harus
diberikan layanan pendidikan yang khusus yang berbeda dari kedisabilitasan
lainnya (Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan
tunadaksa).
c.
Kebutuhan
Ketenagakerjaan
Setiap penyandang disabilitas mempunyai kesempatan
yang sama dalam memperoleh pekerjaan selayaknya warga negara lainnya. Peraturan
perundang-undangan mengharuskan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan 100
orang berkewajiban mempekerjakan satu orang penyandang disabilitas. Lapangan
pekerjaan menjadi permasalahan bagi mereka yang sudah lulus dari lembaga
pelayanan, maupun yang tidak masuk ke lembaga pelayanan.
d.
Rehabilitasi
Pada seting lembaga, pelayanan ini didapatkan
penyandang disabilitas yang mengikuti program kegiatan lembaga pelayanan
(menjadi klien, penerima manfaat, benevisioris),
sementara di masyarakat sudah ada Rehabilitas Berbasis Masyarakat (RBM)
meskipun masih dipertanyakan kejelasannya.
e.
Bantuan
Sosial
Bagi penyandang disabilitas potensial memerlukan
bantuan ketrampilan, permodalan, dan pengembangan usaha. Sedangkan bagi
penyandang disabilitas berat memerlukan bantuan kebutuhan pokok.
f.
Aksesibilitas
Penyandang disabilitas membutuhkan sarana dan
prasarana umum yang dapat menunjang penyandang disabilitas sehari-harinya.
penyandang disabilitas memerlukan berbagai fasilitas publik dan fasilitas
sosial kemudahan untuk menjangkau dalam melakasanakan fungsi sosialnya.
g.
Pemeliharaan
kesejahteraan sosial (jaminan sosial)
Jaminan sosial penyandang disabilitas berat merupakan
taraf kesejahteraan sosial yang mempertahankan hidup penyandang disabilitas
berat. ASODK (Asistensi Sosial Orang Dengan Kedisabiltasan) merupakan salah
satu program yang dicanangkan pemerintah kepada penyandang disabilitas berat.
Kepada mereka diberikan uang tunai sebesar Rp. 300.000 setiap bulan bagi setiap
penyandang disabilitas berat. Meskipun demikian program ini masih dipertanyakan
kejelasannya. Perlu dicatat bahwa hanya sebagian kecil daerah yang
mengimplementasikan program ini. Sebagian besar tidak mendapatkannya, bahkan
tidak tahu menahu tentang program ini.
h.
Kerjasama
lintas sector dalam penanganan penyandang disabilitas
Penanganan kedisabilitasan tidak mutlak menjadi urusan
beberapa kementrian saja, namun kebijakan dan program di bidang kedisabilitasan
harus diintegrasikan ke dalam kebijakan dan program kementrian lainnya,
sehingga permasalahan kedisabilitasan
dapat ditangani secara lintas sector dan komprehensif. Disisi yang
berbeda, pelayanan yang terfokus juga akan memberikan pelayanan yang lebih
efektif. Sehingga kementrian sosial yang patutnya memberikan pelayanan kepada
penyandang disabilitas saja.
i. Mobilitas
dan teknologi adaptif bagi penyandang disabilitas sesuai dengan
kedisabilitasannya (pelayanan, alat bantu dan sarana prasarana)
Hal ini sejalan dengan pemikiran social models yang menurutnya bahwa penyandang disabilitas dapat
hidup mandiri dengan didukung berbagai teknologi yang sesuai dengan jenis dan
derajat kedisabilitasannya, sehingga aktifitas dan mobilitas mereka tidak
terganggu. Teknologi komputer bicara, hp bicara merupakan teknologi salah satu
yang membantu para penyandang disabilitas netra.
3. Hak
Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas sebagaimana warga negara
lainnya mempunyai kewajiban dan juga hak yang sama dalam semua aspek kehidupan.
Penyandang disabilitas berhak untuk melaksanakan hak sipil, politik, sosial,
ekonomi dan hak-hak budaya atas dasar yang sama dengan orang lain. Diantara
para penyandang disabilitas, ada pada kelompok yang rentan menghadapi
diskriminasi yang didasarkan pada jender dank arena ketidakmampuan mereka atau
penyandang disabilitas mengalami diskriminasi berdasarkan prasangka masyarakat
dan kebodohan.
Selain itu, penyandang disabilitas sering sekali tidak
menikmati kesempatan yang sama dengan orang lain karena kurangnya akses
terhadap berbagai macam pelayanan penting. Menurut Hukum Hak Asasi Internasional,
penyandang disabilitas mempunyai:
a.
Hak
kesetaraan di hadapan umum;
b.
Hak untuk
non-diskriminatif;
c.
Hak untuk
kesempatan yang sama;
d.
Hak untuk
hidup mandiri;
e.
Hak untuk
integrasi penuh;
f.
Hak untuk
jaminan (perlindungan sosial, bantuan sosial dan jaminan sosial).
D.
KEBIJAKAN PENANGANAN PENYANDANG DISABILITAS
1.
Perundang-undangan Penyandang Disabilitas di Berbagai
Negara
Menelusuri berbagai perundang-undangan yang
diberlakukan di berbagai negara maju seperti di Inggris, Kanada, Singapura,
Jepang, Pakistan dan Amerika Serikat di dalamnya terkandung makna bahwa untuk
memberdayakan penyandang disabilitas perlu adanya aturan tersurat dan
pelaksanaan secara konkrit bagi penerima manfaat dari kebijakan. Dalam
pelaksanaannya dari kebijakan tersebut mengatur hak penyandang disabilitas.
Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Bagan 3:
Undang-Undang Kecacatan di Berbagai Negara
NEGARA
|
UU KECACATAN
|
KETERANGAN
|
Inggris
|
·
Disability Discrimination Act 1995
·
Special Educational Needsand Disability Act 2001
·
Disability Discrimination Act 2005
|
Inggris
memiliki UU yang pelaksanaan dan pengawasannya sangat serius. Ada kementrian
khusus yang menangani masalah penyandang disabilitas, Ministry of Disable People. Bahkan di Kabinet
Tony Blair, terdapat seorang menteri penyandang tunanetra David Blunkett,
Menteri Urusan Perumahan dan Perkantoran
|
Kanada
|
Meski
mengacu pada DDA Inggris, ODA juga dipengaruhi UU penyandang disabilitas
Prancis. Selain lebih lengkap, juga ketat dalam implementasi
|
|
Singapura
|
Meski
mengacu pada DDA Inggris, ODA juga dipengaruhi UU penyandang disabilitas
Prancis. Selain lebih lengkap, juga ketat dalam implementasi
|
|
Jepang
|
Tidak
ada Undang-Undang khusus karena UUD Jepang sudah menjamin hak penyandang
cacat. Di Jepang pula, terdapat pantai pertama yang aksesibel bagi Meski
mengacu pada DDA Inggris, ODA juga dipengaruhi UU penyandang disabilitas
Prancis. Selain lebih lengkap, juga ketat dalam implementasi untuk
sunbathing.
|
|
Pakistan
|
National
Policy for Persons With Disability 2002
|
Meski
tergolong baru, UU Pakistan sanggup menampung aspirasi warga penyandang
disabilitas terutama soal aksesibilitas ke tempat ibadah.
|
Amerika Serikat
|
American
with Disabilites
|
Memasukan
batasan kesehatan seperti HIV/AIDS, autis, drugs abuse, parkinson sampai
dyslexia, phobia dan transsexuality sebagai penyakit yang penderitanya masuk
dalam golongan penyandang disabilitas. UU ini memicu kontroversi karena
implikasi yang luas.
|
Australia
|
Disability
Discrimination Act 1992
|
Mengacu
pada DDA Inggris tapi dipengaruhi ADA Amerika. DDA Australia dikenal karena
sangat rinci mengatur hak penyandang disabilitas.
|
Sumber:Buku Analisis Kebijakan
Menko Kesra (2012:22)
2.
Perundang-Undangan tentang Penyandang Disabilitas di
Indonesia
Dalam upaya melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak-hak
penyandang disabilitas, pemerintah Indonesia telah membentuk berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap penyandang disabilitas.
Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
f. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
g. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
h. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
i.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian
j.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
k. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
l.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial
m. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
n. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
o. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
p. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
q. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, menguraikan berbagai
hak penyandang disabilitas dan kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan,
perlindungan dan penegakan hak penyandang disabilitas.
E.
PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG
DISABILITAS YANG TELAH DILAKSANAKAN
1.
Pelayanan Yang Sudah Ada
Jumlah penyandang
disabilitas cenderung mengalami peningkatan. Misalnya saja, hasil data SUSENAS 2003, terdapat 1.478.667
penyandang disabilitas dan tahun 2004 menjadi 1.847.692 orang. Peningkatan
jumlah ini berpengaruh terhadap kompleksitas masalah yang dihadapi penyandang
disabilitas, sehingga semakin memerlukan pemberdayaan dan perlindungan sosial
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik.
Beberapa pelayanan yang sudah ada baik yang sudah dilaksanakan oleh
lembaga yang khusus bergerak dalam
kedisabilitasan, maupun lembaga lain yang mengintegrasikan dalam kebijakan,
program dan kegiatannya yang responsive penyandang disabilitas, yaitu:
a.
Deteksi
Dini
Deteksi dini merupakan upaya-upaya untuk mengetahui
ada tidaknya kelainan/kerusakan fisik atau gangguan perkembangan mental atau
perilaku anak yang menyebabkan kedisabilitasan secara dini dengan menggunakan
metode perkembangan anak. Deteksi dini dilakukan terhadap berbagai kemungkinan
adanya gangguan pada tumbuh kembang anak.
b.
Pendidikan
Dalam bidang pendidikan bagi penyandang disabilitas
sudah dilakukan pendidikan melalui jalur pendidikan luar biasa (Sekolah Luar
Biasa/SLB) untuk berbagai jenis kecacatan baik yang diselenggarakan pemerintah
maupun swasta. Selain itu, terdapat pula pendidikan inklusi yaitu mengintegrasikan
proses belajar mengajar bagi penyandang disabilitas berbaur bersama
siswa/mahasiswa yang tidak disabilitas.
c.
Kesehatan
Penyediaan tenaga medis dan paramedis bagi peningkatan
kesehatan penyandang disabilitas dianggap sudah memadai.
Demikian pula fasilitas kesehatan berupa klinik hingga rumah sakit pemerintah
maupun swasta, tersedia dan dapat diakses melalui berbagai kemudahan Jaminan
Kesehatan Pemerintah (Jamkesmas, Jamkesda) dan asuransi kesehatan lainnya.
d.
Pelatihan
Ketrampilan Kerja
Pada umumnya pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas ini diintegrasikan ke dalam pelayanan panti
sosial. Beberapa diantaranya di PSBN (Panti Sosial Bina Netra), diselenggarakan
pelatihan pijat message dan siatsu, pelatihan anyaman, music, dan sebagainya.
e.
Pemberian
Modal Usaha
Selepas penyandang
disabilitas mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pelayanan, mereka membuka
jasa layanan misalnya massage dan jasa lainnya. Mereka memerlukan dukungan
pembinaan ketrampilan dan bantuan permodalan dari pemerintah, perusahaan (CSR),
maupun dari lembaga pemberi pinjaman keuangan agar usaha mereka berkembanga dan
dapat berkontribusi pada kemandirian
kehidupan mereka membuka.
f.
Bantuan
Alat dan Badan Usaha
Bagi penyandang disabilitas yang membuka usaha produksi dan layanan jasa,
pemerintah dan pihak perusahaan swasta memberikan bantuan peralatan dan bahan
baku produksi. Dikembangkan pula pola asuh bagi perusahaan BUMN atau swasta
bagi penyandang disabilitas.
g.
Pembinaan
Mental dan Spiritual
Hal ini dilakukan
dip anti-panti sosial juga di lingkungan masyarakat agar mereka mempunyai
kualitas keimanan dan ketaqwaan.
2.
Kendala dalam Pelayanan
Pelayanan dalam bidang kedisabilitasan ini mengalam
berbagai kendala, diantaranya:
a.
Data
tentang penyandang disabilitas belum valid. Kementrian sosial dan juga lembaga
lain menyantuni, memberdayakan, bantuan sosial; namun hal ini tentunya tidak
akan efektif jika tidak ada data yang valid mengenai penyandang disabilitas.
Permasalahan ini sudah menjadi hal yang tidak terbantahkan di Indonesia. Banyak
program yang tidak tepat sasaran. Orang miskin dan mengaku bermasalah semakin
banyak ketika bantuan, pelayanan ada. Pemerintah harus segera mencari solusi
dari permasalahan ini.
b.
Keterbatasan
lembaga-lembaga pelayanan baik dalam
jumlah maupun ketersediaan dalam setiap wilayah. Pendirian lembaga pelayanan
bagi penyandag disabilitas belum merata di seluruh wilayah tanah air. Hal ini
tentunya menimbulkan banyak permasalahan dan pertanyaan kepada pemberi
pelayanan (pemerintah) akan komitmen dalam memberikan pelayanan yang merata
kepada seluruh warga negara Indonesia. Kebijakan otonomi daerah juga turut
mempengaruhi kondisi ini, karena setiap daerah mempunyai arah pelaksanaan
operasional sesuai situasi, kondisi dan kemampuan daerah masing-masing. Dengan
otonomi daerah, pelayanan kepada PPKS di tingkat daerah tidak sinkron dengan
kebutuhan negara. Hal ini tentunya tidak bermasalah jika daerah yang
bersangkutan memang memiliki komitmen yang kuat dan pasti dalam memberikan
pelayanan yang baik kepada para penyandan disabilitas di daerahnya
masing-masing.
c. Sikronisasi
atau keterpaduan pelayanan terhadap penyandang disabilitas dari berbagai
instansi terkait belum optimalnya, sehingga ada keterbatasan informasi tentang
data penyandang disabilitas yang telah mendapat pelayanan. Pemerintah harus
mencari formula agar pemberi pelayanan sosial dapat terpusat dan tidak saling
tumpang tindih sehingga pelayanan lebih terfokus dan efektif.
d. Keberhasilan
dalam pencapaian tujuan pelayanan belum terukur. Pelaksanaan pelayanan kedisabilitasan
masih belum mempunyai parameter atau tolak ukur yang terstandar, sehingga
setiap pihak masih menggunakan parameter masing.
e. Keterbatasan
anggaran bisa menjadi kendala dalam memberikan pelayanan yang di inginkan bagi
penyandang disabilitas. dukungan pendanaan terhadap berbagai program dan
pelayanan penyandang disabilitas belum optimal baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.
F.
HARAPAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG
DISABILITAS KE DEPAN
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, penyandang
disabilitas setiap tahunnya mengalami pengingkatan yang signifikan. Tahun 2014
PUSDATIN mendata bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sekitar 30
juta orang dan akan terus meningkat. Penyandang
disabilitas tidak hanya menghadapi hambatan fisik tetapi juga sosial, hambatan
ekonomi dan sikap. Hal ini diperparah dengan keadaan para penyandang
disabilitas yang sebagian besar mereka hidup dibawah garis kemiskinan.
Keadaan demikian, haruslah mendapat perhatian dari berbagai pihak
terlebih dari pemerintah. Pemerintah harus memiliki komitmen dan ketulusan
dalam memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas. Peraturan
perundang-udangan yang dibuat haruslah dilaksanakan jangan hanya sebatas
tulisan. Pemerintah juga harus bisa memainkan fungsi pengawasan (controlling) dalam pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang telah dibuat. Peraturan perundang-undangan terhadap
disabilitas bagusnya disertai dengan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak
melaksanakannya.
Progaram-program yang dibuat juga harusnya
dilaksanakan dengan sebaiknya-baiknya. Pengawasan juga penting dalam upaya
memberikan program yang tepat sasaran dan efektif. Pemerataan perhatian
pemerintah di seluruh daerah Indonesia juga menjadi catatan penting bagi
pemerintah Indonesia jika memang memiliki komitmen dalam memberikan pelayanan
yang berkesinambungan kepada para panyandang disabilitas.
Kedepan, bangsa Indonesia akan diperhadapkan dengan masalah-masalah
sosial khususnya permasalahan disabilitas yang semakin banyak secara kuantitas
dan juga dengan permasalahan yang akan semakin kompleks. Pemerintah harus bisa
menjawab seluruh tantangan tersebut melalui kebijakan dan program yang sesuai
dengan tuntutan zaman. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melakukan
pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas, sehingga mereka
dapat hidup selayaknya.
Berdasarkan Bagan 1, bahwa pembangunan kesejahteraan sosial bagi
penyandang disabilitas dapat dilakukan dengan pelayanan sosial, pemberdayaan,
dan perlindungan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang
disabilitas ini dapat dilakukan dengan 3 strategi yaitu pencegahan.
Selain itu, dari Bagan 2 juga terlihat bagaimana sebuah program yang
dibuat dalam menangani kedisabilitasan dapat strategis. Program yang dibuat
dapat memperhatikan value, tren, impact, dan factor. Dengan memperhatikan bagian
pembangunan kesejahteraan sosial ini, maka penulis yakin bahwa kebijakan
penanganan penyandang disabilitas efektif dan sesuai dengan kebutuhan
penyandang disabilitas.
1. Harapan
akan kebijakan program pelayanan penyandang cacat kedepan
a. Pemerataan pelayanan bagi penyandang disabilitas di
seluruh Indonesia
b. Kejelasan akan program yang dibuat (misalnya RBM dan
ASODK) yang sepintas hanya berlaku di beberapa daerah
c. Perlunya pelatihan ketrampilan bagi penyandang
disabilitas terutama penyandang disabilitas ringan untuk mengembangkan potensi
yang dimilikinya sehingga mampu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
d. Melakukan kerjasama dengan badan usaha/perusahaan
jasa, baik milik pemerintah maupun swasta untuk penyaluran tenaga kerja
penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku
e. Bagi penyandang disabilitas yang memiliki kemampuan
berusaha secara mandiri (wirausaha) perlu dukungan modal sesuai dengan jenis
dan skala usahanya, serta dibekali dengan pelatihan ketrampilan berwirausaha
f. Penyandang disabilitas netra memerlukan perluasan
lapangan pekerjaan selain pijat, misalnya bidang broadcasting (penyiaran radio
dan sejenisnya) atau bidang pekerjaan lain sesuai kemampuannya
g. Pembinaan mental spiritual penyandang disabilitas
secara periodik sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas
h. Penyandang disabilitas memerlukan pelayanan informasi
agar dapat mengakses sumber-sumber yang dibutuhkan, misalnya informasi bursa
kerja, lembaga-lembaga pelayanan dan sebagainya
i. Undang-Undang
dan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan terhadap penyandang disabilitas
dapat diaplikasikan sebagaimana mestinya. Untuk mewujudkan itu, diperlukan
kontrol dari pemerintah dan pemberian sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang
tidak melaksanakan dan mematuhinya. Penulis merasa bahwa Undang-Undang harus
disertai dengan sanksi bagi yang tidak melaksanakannya
2. Harapan
Perlindungan Sosial bagi Penyandang Disabilitas
a. Secara
kuantitas dan kualitas sarana transportasi dan fasilitas publik lainnya belum
memihak kepada kepentingan penyandang disabilitas. oleh karena itu perlu di
tingkatkan agar menjamin keamanan dan keselamatan penyandang disabilitas.
b. Penyandang
disabilitas membutuhkan adanya jaminan mendapatkan pekerjaan yang layak dan
bermartabat serta adanya jaminan kesehatan dan keselamatan dari resiko
pekerjaan yang dilakukannya.
c. Penyandang
disabilitas miskin selayaknya mendapatkan prioritas jaminan kesehatan dan
jaminan lainnya dari pemerintah
d. Penyandang
disabilitas yang terlibat dengan masalah hukum perlu mendapatkan advokasi dari
lembaga hukum secara cuma-cuma dalam menyelesaikan perkaranya
e. Masyarakat
perlu diberikan sosialisasi tentang penyandang disabilitas, agar pada saat
masyarakat berhadapan dengan mereka dapat mengenal dengan mudah dan melakukan
tindakan yang sewajarnya.
f. Perlu
dipersiapkan panti jompo bagi penyandang disabilitas netra lanjut usia yang
terlantar
g. Pendidikan gratis perlu diberikan kepada penyandang disabilitas yang
berusia sekolah.
SOCIAL WORK IS A LEADING PROFESSION FOR DISABILITY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar