Sabtu, 18 Februari 2017

Diskriminasi Terhadap Penyandang Disabilitas



Kelompok penyandang disabilitas seringkali didiskriminasi dan berada dalam posisi "subordinasi abadi" (istilah yang di ambil dari hukum dan kelompok yang kurang beruntung). Masyarakat memiliki pandangan bahwa kecacatan merupakan aib atau kutuk. Sehingga masyarakat cenderung menjauhi orang-orang penyandang disabilitas, bahkan memperlakukan mereka dengan salah. Hal ini tentunya merupakan masalah.

Diskriminasi terhadap penyandang cacat lebih didasarkan pada kondisi fisik atau kecacatan yang disandangnya. Masyarakat selama ini memperlakukan para penyandang cacat secara berbeda lebih didasarkan pada asumsi atau prasangka bahwa dengan kondisi penyandang cacat yang kita miliki, kita dianggap tidak mampu melakukan aktifitas sebagaimana orang lain pada umumnya.

Secara medis kecacatan sebagai kondisi biologis (patologis). Cacat  merupakan bawaan seseorang dari lahir (bukan disebabkan oleh lingkungan). Pandangan ini mengabadikan konsep orang penyandang cacat sebagai “sakit” dan bergantung pada pelayanan medis. Penyandang cacat dilihat dari segi moral, penyandang cacat  dikaitkan sebagai orang dengan dosa dan kejahatan. Perlakuan diskriminasi semacam ini dapat dilihat secara jelas dalam bidang lapangan pekerjaan.Para penyedia lapangan pekerjaan kebanyakan enggan untuk menerima seorang penyandang cacat sebagai karyawan. Mereka berasumsi bahwa seorang penyandang cacat tidak akan mampu melakukan pekerjaan seefektif seperti karyawan lain yang bukan penyandang cacat. Sehingga bagi para penyedia lapangan kerja, mempekerjakan para penyandang cacat  sama artinya dengan mendorong perusahaan dalam jurang kebangkrutan karena harus menyediakan beberapa alat bantu bagi kemudahan para penyandang cacat dalam melakukan aktifitasnya.

Sebagai salah satu contoh perlakuan diskriminatif terhadap penyandang cacat. Kita masih sering membaca dalam pengumuman penerimaan calon pegawai atau karyawan salah satu poin yang mensyaratkan bahwa pelamar harus sehat jasmani dan rohani serta berpenampilan menarik. Biasanya persyaratan tersebut tertulis tanpa penjelasan, sehingga maknanya pun sangat umum. Arti sehat jasmani dapat dimaknai bahwa selain seseorang tidak memiliki kekurangan fisik, dia juga terbebas dari segala penyakit seperti penyakit ginjal, kanker, atau penyakit lainnya. Sedangkan sehat rohani dapat juga diartikan bukan hanya sehat secara mental (psikis) namun juga sehat secara moral. Sedangkan berpenampilan menarik, harus bisa rapi tanpa ada kekurangan satu apa pun. Hal ini tentunya sangat mendiskriminasikan para penyandang cacat.

Seseorang akan dengan langsung ditolak menjadi pelamar kerja jika nyata-nyata dia buta, tuli, bisu, atau pincang. Namun tidak bagi mereka yang mengidap penyakit kencing manis, radang paru, atau penyakit sejenis yang tidak nyata kelihatan. Hal ini akan menjadi aneh ketika kedua persyaratan tersebut digeneralisasikan untuk semua jenis pekerjaan.

Fakta lain yang dapat dijadikan contoh adalah tentang keberadaan fasilitas umum di sekitar kita. Fasilitas umum seperti transportasi umum, bangunan umum seperti, kantor bank, rumah sakit, puskesmas, sekolah, kampus, dan sebagainya. Kebanyakan dari fasilitas umum di Indonesia dibangun dengan tanpa memperhitungkan keberadan para penyandang cacat. Penyandang cacat sebagaimana anggota warga negara yang lain tentunya memiliki hak yang sama untuk menikmati fasilitas yang dibangun oleh pemerintahnya. Mengesampingkan keberadaan mereka berarti juga telah memperlakukan kelompok para penyandang cacat secara diskriminatif.

Draft RUU Penyandang Disabilitas Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2 kesamaan kesempatan adalah keadaan yang menyediakan peluang/akses yang sama kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelengaraan Negara. Selain itu, dalam ayat 3 diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang dimaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Dari pengertian diatas terlihat bahwa pemerintah begitu memperhatikan penyandang disabilitas. Masyarakat Indonesia diharapkan tidak mendiskrimanasikan para penyandang disabilitas dimaksud.

Selain itu, dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 6 menyebutkan bahwa Setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
1.      Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2.      Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3.      Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4.      Aksebilitas dalam rangka kemandiriannya;
5.      Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan
6.      Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 13 juga menyampaikan bahwa Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Dari beberapa penjelasan ini terlihat bahwa penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi pada kenyataannya, para penyandang disabilitas mendapat diskriminasi di dunia kerja, meskipun dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 telah menyampaikan bahwa penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesempatan kerja.

UU Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 14 juga menyebutkan bahwa perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.

Peraturan tentang kuota kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat  telah diatur secara jelas dalam PP No 43 Tahun 1998 Tentang  Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang terdapat dalam Pasal 28 yaitu: Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja perusahaannya.

Kenyataanya di Indonesia hak penyandang disabilitas  untuk bekerja masih sangat minim. Banyak perusahaan yang belum mempekerjakan penyandang disabilitas tersebut. Hal ini tentunya sangat memprihatikan mengingat peraturan Undang-Undang telah dibuat akan tetapi implementasinya masih jauh dari harapan. Misalnya saja dalam proses perekrutan pegawai dalam sebuah perusahaan memiliki kualifikasi yang belum berpihak kepada pemenuhan hak penyandang disabilitas. Kebanyakan perusahaan menuntut para pekerja yang akan direkrut memiliki fisik yang sempurna. Selain itu, salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh banyak penyandang disabilitas di tempat kerja adalah kurangnya infrastruktur yang tepat.  Sebagian besar usaha, maka harus membangun infrastruktur ketentuan tambahan untuk para penyandang disabilitas, misalnya, khusus untuk kursi roda landai atau ketentuan untuk dokumen yang ditulis dalam huruf braille.

Pada kenyataannya pemerintah masih belum mengimplementasikan undang-undang disabilitas dalam mengenai pemenuhan hak-hak disabilitas dalam menciptakan lapangan kerja yang berpihak kepada penyandang disabilitas. Misalnya: Porsi penerimaan penyandang disabilitas dalam perekrutan CPNS lembaga Negara, belum banyak  memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas. Tekanan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk menerima penyandang disabilitas, dirasa masih minim. Pemerintah seolah-olah hanya mengeluarkan undang-undang tentang penyandang disabilitas tanpa memperhatikan implementasinya.

1.      Populasi
           Populasi yang mengalami pendiskriminasian yaitu penyandang disabilitas. Pendiskriminasian ini khususnya yaitu dalam mendapatkan pekerjaan.
2.      Bentuk Ketidakadilan
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya isu ketidakadilan bagi penyandang disabilitas yang kami angkat yaitu tentang diskriminasi kepada penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan. Kami merasa tertarik dengan isu ini karena minimnya kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas khususnya di Indonesia. Perusahaan-perusahaan pemerintah maupun swasta begitu nyata mendiskriminasikan para penyandang disabilitas dalam proses perekrutan tenaga kerja.
Meskipun peraturan perundang-undangan tentang kesamaan kesempatan kerja penyandang disabilitas sudah ada, tapi belum terlihat praktik di dalam dunia kerja di Indonesia. Perusahaan-perusahaan swasta sepertinya tidak mengikuti peraturan perundang-undangan ini. Lebih memprihatikan mengingat perusahaan-perusahaan milik pemerintah yang harusnya mengikuti peraturan perundang-undangan ini dirasa masih sangat terbatas dalam menerapkannya. Kementrian Sosial Republik Indonesia mungkin sudah mulai menerapkannya dengan merekrut para penyandang disabilitas dalam penerimaan CPNS; akan tetapi bagaimana dengan kementrian yang lain ?
Hal ini sangat memprihatikan mengingat penyandang disabilitas juga adalah warga Negara Indonesia yang tentunya memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya dalam mendapatkan pekerjaan. Pemerintah sebagai pelaksana kebijakan, dirasa belum mampu mengimplementasi perarturan yang tertuang dalam undang-undang disabilitas akan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas tersebut.
Mungkinkah peraturan-perundangan tentang penyandang disabilitas ini yang kurang tepat atau penerapannya yang tidak baik ?. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama sebagai para pekerja-pekerja sosial.
3.      Pelaku
Diskrimasi dapat terjadi pada tingkat (1) tingkat negara-pemerintah biasanya terwujud dalam bentuk kebijakan dan peraturan, (2) tingkat masyarakat, baik itu lingkungan masyarakat sekitar seperti Rukun Tetangga (RT)  dan Rukun Warga (RW) maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas seperti tempat kerja, kelurahan, desa atau daerah dan (3) tingkat keluarga, baik itu pasangan, orangtua, anak, kak-adik, maupun lingkungan keluarga besar dan kerabat.
Di tingkat negara pendiskriminasian kepada penyandang disabilitas di dunia kerja terlihat dengan kurangnya perhatian pemerintah dalam upaya membantu penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang memuat hak-hak penyandang disabilitas sudah lama dibuat akan tetapi dirasa belum diimplementasikan. Pemerintah harusnya menjadi pelaksana sekaligus pengawas dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan ini. Badan-badang usaha milik negara pun sepertinya tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan ini. Kantor-kantor pemerintah masih belum semuanya akses bagi para penyandang disabilitas. Sebagai warga Negara Indonesia, ini menjadi pertanyaan besar, apakah peraturan perundang-undangan dibuat hanya sebagai formalitas saja, hanya untuk dibaca saja, atau untuk dilaksanakan?
Di tingkat masyarakat juga dirasa masih ada diskriminasi bagi penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan. Masyarakat masih memiliki stigma yang buruk bagi para penyandang disabilitas sebagai sesuatu yang salah dan merupakan sebuah dosa atau aib. Banyak masyarakat memiliki pandangan bahwa penyandang disabilitas tidak dapat bekerja dan hanya bisa bergantung kepada orang lain. Hal ini menjadi perhatian kita semua, mengingat penyandang disabilitas juga manusia dan memiliki potensinya tersendiri. Misalnya saja penyandang disabilitas jenis autism, sebenarnya memiliki potensi yang kuat jika terus digali dan diasah. Kita tentunya melihat bahwa banyak penyandang disabilitas yang berprestasi dan bahkan bisa melakukan sesuatu lebih daripada orang normal pada umumnya.
Di tingkat keluarga, diskriminasi kepada penyandang disabilitas dalam mendapat pekerjaan masih bagitu nyata. Banyak keluarga yang tidak menerima dan merasa malu akan keadaan anggota keluarganya yang penyandang disabilitas. Hal ini tentunya mengurangi semangat dan kepercayaan diri penyandang disabilitas dalam mencari pekerjaan. Keluarga juga merasa bahwa penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa bergantung kepada orang lain. Padahal penyandang disabilitas juga manusia yang memiliki bakat dan potensinya masing-masing. Keluarga harusnya selalu mendukung anggota keluarganya penyandang disabilitas sehingga penyandang disabilitas dapat lebih semangat dalam menjalani hidupnya.
4.      Penyebab Ketidakadilan
Diskriminasi kepada penyandang disabilitas di dunia kerja disebabkan oleh berbagai aspek. Perhatian pemerintah kepada penyandang disabilitas dirasa sangat minim menjadi salah satu penyebabnya. Meskipun peraturan perundang-undangan tentang penyandang disabilitas suda ada, akan tetapi pemerintah sepertinya tidak memiliki hasrat yang sungguh dalam menerapkannya. Misalnya saja perekrutan pegawai pemerintah yang menentukan harus berpenampilan menarik dan sehat, menjadi indikator bahwa pemerintah tidak memperhatikan aksessibilitas penyadang disabilitas di dunia pekerjaan. Harusnya pemerintah menjadi garda terdepan dalam  menjunjung tinggi hak-hak para penyandang disabilitas ini.
Pandangan masyarakat kepada penyandang disabilitas dinilai buruk. Masyarakat pada umumnya menganggap penyandang disabilitas sebagai sesuatu yang salah dan sebagai dosa atau aib. Keluarga pada umumnya juga merasa bahwa penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bergantung kepada keluarga. Banyak keluarga yang merasa malu akan anggota keluarganya yang disabilitas. Hal ini tentunya mengurangi bahkan mematikan harapan penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan. Selain itu berikut penyebab diskriminasi penyandang disabilitas di dunia kerja:
a.       Latar belakang
         Latar belakang penyandang disabilitas yang berbeda dengan orang pada umumnya menjadi penyebab diskriminasi penyandang disabilitas di dunia kerja. Penyandang disabilitas pada umunya memiliki pengalaman-pengalaman yang membuat mereka merasa tidak mampu mendapat pekerjaan.
b.      Faktor kepribadian
         Penyandang disabilitas yang masih belum menerima keadaanya dan mengalami pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu pasti akan merasa rendah diri dan malu akan keadaannya. Banyak penyandang disabilitas yang mengasingkan dirinya sendiri karena merasa rendah daripada orang pada umumnya. Hal ini juga menjadi penyebab penyandang disabilitas tidak mendapat pekerjaan.
c.       Dilatar belakangi oleh sosio cultural
         Sosial dan kebudayaan bisa menjadi penyebab penyandang disabilitas di diskrimnasikan para penyandang disabilitas di dunia kerja. Pandangan atau nilai bahwa penyandag disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa merupakan salah satu nilai di masyarakat yang mendiskriminasikan para penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan.
         Masyarakat dalam berinteraksi biasanya saling membicarakan keburukan orang lain yang akan menyudutkan para penyandang disabilitas. Hal inilah yang juga menjadi pemicu buruknya pandang masyarakat kepada penyadang disabiltas.
d.      Adanya perbedaan perbedaan baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
         Adanya perbedaan perbedaan baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan juga menjadi penyebab pendiskriminasian kepada penyandang disabilitas. Banyak penyandang disabilitas yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Hal ini tentunya membuat masyarakat mendiskriminasikan mereka. Masyarakat merasa bahwa penyandang disabilitas adalah warga yang lemah dan rendah.
         Pendidikan yang rendah juga menjadi penyebab pendiskriminasian kepada penyandang disabilitas dalam mendapat pekerjaan. Rendahnya pendidikan penyandang disabilitas tidak lepas dari kurang lembaga pendidikan bagi para penyandang disabilitas. Hal ini disebabkan karena kurangnya komitmen pemerintah dalam memberikan pendidikan kepada penyandang disabilitas. Mungkin di kota-kota besar, sudah ada beberapa pendidikan (Sekolah Luar Biasa) bagi para penyandang disabilitas. Akan tetapi sebenarnya dirasa masih kurang. Dan bagaiman dengan penyandang disabilitas yang berada di desa-desa. Banyak daerah di Indonesia ini yang masih belum memiliki sekolah yang akses kepada para penyandang disabilitas. Dengan pendidikan yang rendah, maka peluang penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan tentunya sedikit.
5.      Dampak Ketidakadilan
           Dampak diskriminasi kepada penyandang disabilitas di dunia kerja ini dirasa begitu banyak. Dampak bagi penyandang disabilitas sendiri diantaranya:
a.       Bergantung sepenuhnya kepada orang lain
     Perusahaan-perusahaan pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta banyak yang tidak menerima penyandang disabilitas. Hal ini tentunya membuat para penyandang disabilitas tidak memiliki penghasilan. Penyandang disabilitas bergantung kepada orang lain khususnya kepada keluarga. Hal ini menimbulkan banyak masalah yang besar bagi kehidupan penyandang disabilitas itu sendiri. Penyandang disabilitas juga manusia yang memiliki hasrat/keinginan untuk maju dan memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bergantung kepada orang lain, akan membuat penyandang disabilitas tidak dapat mengembangkan hidupnya dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
b.      Merasa tidak berguna
     Diskriminasi kepada penyandang disabilitas akan membuat para penyandang disabilitas akan merasa tidak berguna. Ketika penyandang disabilitas tidak mendapatkan pekerjaan dan hanya tinggal di rumah dan bergantung kepada orang orang lain akan membuat penyandang disabilitas merasakan masalah-masalah yang besar. Perasaan tidak berguna ini akan membuat penyandang kehilangan semangat hidup dan mematikan bakat dan potensi dari penyandang disabilitas tersebut. Padahal penyandang disabilitas juga adalah manusia yang memiliki bakat dan potensinya masing-masing yang harusnya dikembangkan.
c.       Masa depan yang tidak jelas
     Diskriminasi kepada penyandang disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan akan membuat masa depan penyandang disabilitas akan hancur dan tidak jelas. Ketika seorang penyandang disabilitas bergantung kepada orang lain maka masa depannya akan tidak jelas. Tidak jelas maksudnya bahwa, tidak selamanya orang yang mengurusnya saat ini akan terus mengurusnya Penyandang disabilitas harusnya bisa mengurus dirinya sendiri tanpa harusnya bergantung sepenuhnya kepada orang lain. Hal ini juga berhubungan dengan pandangan keluarga kepada penyandang disabilitas. Keluarga harus mendukung penyandang disabilitas untuk dapat hidup mandiri. 
d.      Merasa rendah diri

     Ketika penyandang disabilitas sudah diterima di dunia kerja tapi orang-orang di lingkungan kerjanya mendiskriminasikannya, maka penyandang disabilitas pasti akan merasa rendah diri. Hal ini sudah menjadi kebudayaan di lingkungan kerja, bahwa penyandang disabilitas tidak bisa apa-apa. Hal ini akan mengurangi kreatifitas penyandang disabilitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Di tambah lagi gedung kerja yang tidak akses dan ramah kepada penyandang disabilitas. Hal-hal seperti ini akan membuat penyandang disabilitas rendah diri dan tidak dapat berkreatifitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Peran pemerintah dalam memperhatikan gedung kerja yang ramah bagi penyandang disabilitas harusnya nyata. Pemerintah harusnya memberikan standarisasi dan ketegasan dalam aksesibilitas  penyandang disabilitas dalam dunia kerja.



SALAM PEKERJA SOSIAL


Tidak ada komentar:

Posting Komentar